Jumat, 16 Oktober 2009

Hampir setiap Kabupaten/kota itu punya stadion. Memang skalanya kecil/mini yang sesuai dengan jumlah penduduk suatu daerah tersebut. Kemudian kondisi sosio politik kita saat ini adalah otonomi daerah yang menitikberatkan pada Kabupaten dan Kota. Dan memang diarahkan bahwa sepakbola bisa menjadi bagian dari pembangunan di daerah.

Kita tentu tidak akan memprediksikan setiap kabupaten dan kota itu punya klub kaya, tapi di setiap kabupaten kota itu ada.
Kita jangan berasumsi sponsornya akan besar-besar. dengan sponsor kecilpun sebenarnya sepakbola bisa hidup dengan scope yang kecil juga. Jadi kita coba dalam pemberdayaan masyarakat sekitar untuk pengembangan sepakbola. Bagaimana pun kabupaten dan kota itu juga sasaran pemasaran bagi produk-produk. Jadi bisa dimanfaatkan lah. Artinya dengan area yang kecil tentu nilai sponsornya disesuaikan. Memang nantinya ada klub/tim besar di provinsi itu yang nantinya akan jadi langganan maju ke tingkat nasional. tapi itu tidak masalah. Dengan dia bertanding ke kabupaten kota, dia akan mendapat nilai lebih oleh sponsornya.

Kemudian juga, kita mendidik sponsor-sponsor lokal untuk menggunakan sepakbola bagi brand image mereka.
Klub indonesia punya team scouting? kalaupun ada saya rasa tidak pantas disebut scoute. Yg ada adalah klub2 di indonesia mendapat tawaran dari agent, pelatih kepala setuju, harga setujua, kemudian deal. Itulah yg terjadi.
Pembinaan usia dini ini menyangkut pembinaan pemain amatir.. sementara di Klub itu adalah pembinaan pemain profesional.

Perbedaan negara kita dan negara lain adalah pada faktor jumlah penduduk dan faktor luas wilayah.

Selain itu adalah, kondisi riil dari pembinaan usia dini di negara kita saat ini. ditambah dengan kondisi riil dari klub-klub yang menyatakan diri sebagai klub profesional. Peran pembinaan dan peran profesional boleh saja dipisah.

Kalau kekuatan yang sudah ada sekarang dirombak, maka sangat disayangkan potensi inisiatif dari warga masyarakat yang sudah mau untuk membentuk SSB-SSB sebagai pola mengembangan dan pembinaan usia dini di tanah air. Jika ini dibebankan kepada Klub-klub, sementara untuk mengurus tim senior saja mereka sudah kalang-kabut, maka jika dipaksakan akan menghancurkan semua.

Jadi tidak ada yang salah dengan pemisahan ini. Kalaupun klub mau membuat tim yunior atau SSB, ya silahkan saja. Tapi animo, inisiatif dan apa yang sudah ada dan cukup solid di tingkat bawah yagn ada sekarang tidak perlu juga di singkirkan.
Sekarang yang menjadi pertanyaan, pemain yunior yang mana yang harus masuk ke Tim Liga? Kenapa Liga hanya mau menerima pemain jadi.. karena memang mereka dirancang untuk itu.. Untuk urusan pembinaan bukan tugas mereka lagi.

Sekarang kalau dipaksakan mereka merekrut pemain muda.. apakah mereka akan mengajari teknik dasar dulu. ga mungkin kan? Kalau ada kompetisi di tingkat usia muda sampai level yunior usia 18 atau 19 tahun, maka pemain itu merupakan pemain yang sudah matang dan ditempa oleh kompetisi yang ketat dari usia yang sangat muda. Sehingga klub-klub yang katanya profesional di level liga Indonesia bahkan luar negeri tidak perlu dipaksa pasti akan memakai pemain-pemain muda ini.

Jadi yang penting itu adalah, bagaimana menyiapkan pemain ini menjadi pemain yang sesuai dengan kebutuhan Liga. Bukan memaksa liga memakai pemain yang belum jadi.

Sekarang kalau kita paksakan mereka punya talent scouting.. mereka akan memantau bakat dimana? melihat orang main bola di lapangan tanpa arahan? itu ga bakalan bisa melihat bakat. jadi ajang untuk kompetisi yunior tetap perlu. Disanalah talent scouting tim-tim Liga bahkan tim2 dari luar negeri bekerja. Sekarang mana ada kompetisi yunior yang layak dipantau. Coba liat Piala Medco dan Piala Suratin hasil pemandu bakatnya. Ga ada hasilnya. Malah PSSI lagi yang memandu bakat untuk tim nasional. Pengalaman Tim Nas di Belanda dengan Pope de Haan sebagai contoh. BAgaimana Pelatih Belanda itu geleng-geleng kepala dengan kualitas pemain yang dikirim kesana. Padahal itu sudah pilihan secara nasional.

Kenapa pembinaan ini tidak bisa diserahkan kepada klub-klub yang beredar di liga? kondisi riil saat ini, untuk mengurus dirinya sendiri dengan klub senior saja mereka sudah kucar-kacir. Apa mungkin ini akan diberikan peran tambahan lagi membina tim yunior?

Kondisi riil di masyarakat sepakbola saat ini adalah, pembinaan yunior ini telah dilakukan inisiatif oleh kelompok-kelompok masyarakat melalui SSB atau klub-klub kampung. Ini saja yang dibina dan di arahkan menjadi sebuah kompetisi. Sehingga akan terjadi pemisahan antara pembinaan yunior dengan pembinaan senior. Ibarat dalam sebuah Industri, ada pabrik ada pasar. Pabrik akan mencetak produk, dan pasar akan memasarkan produk

Inilah indahnya sepakbola khas Indonesia. Sehingga banyaknya jumlah pendduduk bisa saling mengambil peran. Kasus Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara-negara lain. Namun prinsip-prinsip kuncinya tetap sama.
bahwa kita selama ini tidak pernah membina sponsor. Kita selalu melihat bahwa sponsor itu seperti Djaxxm yg memberikan nilai milyaran. Kita lupa bahwa prinsip gotong royong dalam membangun sepakbola ini juga perlu dikembangkan. Coba bayangkan sebuah toko emas di sebuah pasar di kota kabupaten, bisa saja mengambil slot adboard dipinggir lapangan dengan harga 10jt setahun. Dan mereka akan mendapatkan slot adboard sepanjang 2m, berarti 1 m dihargai 5jt. jika keliling lapangan sepakbola yang bisa diletakkan adboard sepajanjang 300m, maka akan terkumpul nilai sponsor dari adboard itu sebesar 1,5 Milyar. Nilai segini cukuplah untuk membiayai klub kecil di kota kabupaten itu.

andragogy

secara prinsip, pendidikan di usia dewasa itu haruslah menggunakan prinsip belajar andragogy. Sistem pendidikan yang lebih banyak praktek, menemukan kesimpulan sendiri sehingga proses transfer knowledgenya lebih banyak didapat dari penemuan di lapangan bukan belajar di kelas. Makanya dalam pendidikan di tingkat mahasiswa keatas, lebih diarahkan pada pendidikan yang inisiatif sendiri, dibandingkan dengan pendidikan anak SD yang harus dibawah bimbingan guru.
Pelatih adalah termasuk orang dewasa. Makanya cara pendidikannya harus andragogy. Sekarang, bagaimana caranya para pelatih kita itu untuk mengasah kemampuannya jika mereka tidak pernah melatih tim dalam kompetisi. Padahal mereka perlu melakukan percobaan-percobaan dan mengasah kemampuan melatihnya. Kebanyakan pelatih kita, setelah lulus D Lisence setelah itu melatih di SSBnya, tanpa diuji apakah pola latihannya itu benar dan baik, yang dibuktikan dalam pertandingan. Setelah itu mereka ikut lagi C Lisence, karena dia rajin membaca dan dekat dengan instruktur, maka lulus lah si Pelatih tadi. Begitu sampai Lisence A. Kapan kita mendapatkan pelatih yang baik.
Intinya memang pelatih juga harus ditempa dalam kompetisi yang ketat, supaya ilmu mereka lebih berkembang dan pola latihannya bisa dilakukan dengan benar. Dan ketika dia mendapat D lisence, dia harus terjun ke kompetisi, ya tentu kompetisi level usia muda. Tapi yang terjadi tidak ada kompetisi yang ketat untuk level itu. Maka jadilah pelatih kita seperti sekarang ini.

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
saya dulu kuliah di Penutradaraan film (IKJ), administrasi negara. lepas kuliah kerja jadi asisten sutradara, unit manager, manager produksi, sutradara sinetron misteri.Buat SSB FC Faste Academy, Medco, Suratin, Divisi 3 PS Kepulauan Seribu Pengda PSSI DKI Jaya.